Ajaran “Moh Limo” Sunan Ampel sebagai Solusi Moral di Tengah Maraknya Judi Online

Surabaya — Ajaran Moh Limo yang diwariskan Sunan Ampel kembali menjadi perhatian publik seiring meningkatnya kasus judi online di berbagai daerah. Ajaran moral tersebut memuat lima larangan yang menekankan pentingnya menjauhi perilaku destruktif, salah satunya Moh Main atau larangan berjudi.

Dalam ajaran itu, Sunan Ampel menekankan bahwa perjudian dapat merusak waktu, memicu permusuhan, dan menjerumuskan individu dalam perilaku boros. Nilai tersebut sejak dahulu digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki moral masyarakat dan menekan perilaku menyimpang, termasuk pada masa kemunduran moral era Majapahit.

Di tengah maraknya kasus judi online yang saat ini menjadi perhatian pemerintah dan aparat, tokoh agama menilai bahwa nilai Moh Main dapat kembali dijadikan dasar pembinaan sosial. Larangan berjudi dianggap relevan sebagai upaya preventif untuk menekan penyebaran perjudian digital yang mudah diakses dan menyasar berbagai kalangan.

Selain Moh Main, empat larangan lain dalam Moh Limo meliputi Moh Madhat (menolak zat memabukkan), Moh Madon (menjauhi perzinaan), Moh Minum (tidak mengonsumsi minuman keras), dan Moh Maling (tidak mencuri). Kelima nilai tersebut dipandang mampu membangun kembali kedisiplinan sosial di tengah meningkatnya penyimpangan moral.

Sejumlah pemuka agama mendorong agar ajaran Moh Limo kembali disosialisasikan melalui majelis taklim, sekolah, dan kegiatan komunitas sebagai langkah antisipatif terhadap dampak negatif judi online yang mulai merambah dunia pendidikan, keluarga, dan generasi muda. Mereka menilai bahwa pendekatan moral berbasis kearifan lokal dapat menjadi penguat selain penegakan hukum.

Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai yang diajarkan Sunan Ampel, masyarakat diharapkan memiliki benteng moral yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan sosial modern, terutama fenomena judi online yang terus berkembang melalui teknologi digital.