Hangatnya Tradisi, Khidmatnya Rasa: Bubur Asyura di Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus
Kudus — Di balik khidmatnya tradisi Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus yang sarat nilai religius dan sejarah, terselip satu kegiatan unik yang lekat dengan rasa hangat dan aroma akrab dari dapur tradisional: prosesi memasak bubur Asyura. Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan bentuk nyata dari warisan budaya dan spiritual yang telah diwariskan turun-temurun oleh para leluhur.
Pada 9 Muharram 1447, sekitar pukul 05.00 WIB, halaman dapur belakang kompleks Menara Kudus mulai dipenuhi oleh suara kesibukan. Puluhan ibu-ibu, terdiri dari 25 orang panitia dan perewang, bergerak lincah mengolah bahan, menakar takaran, menyiapkan tungku, dan mengaduk wajan besar. Mereka adalah bagian dari tim dapur yang setiap tahunnya didedikasikan untuk memasak bubur Asyura, sebuah hidangan simbolik yang sarat makna sejarah dan spiritualitas.
Aroma Tradisi dari Wajan Besar
Bubur Asyura dimasak dalam enam wajan besar, dengan sistem dua kali masak—sekali masak menggunakan tiga wajan sekaligus. Prosesnya tidak main-main. Dengan bahan dasar beragam dan jumlah besar, dibutuhkan kekompakan dan keterampilan dari seluruh tim dapur untuk memastikan setiap takaran pas, tidak ada yang kurang maupun berlebih.
Setelah matang, bubur ini tidak dijual, melainkan dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat sebagai bentuk sedekah. Sebanyak lima wajan bubur Asyura dibagi ke dalam kurang lebih 750 samir, wadah tradisional dari daun pisang atau takir, dan disalurkan kepada para kyai, tokoh masyarakat, serta warga sekitar kawasan Menara Kudus.
Sementara itu, satu wajan sisanya disiapkan secara khusus untuk acara pembacaan Maulid Nabi dan Kitab Al-Barzanji, sebuah momen sakral dalam rangkaian Buka Luwur. Bubur yang satu ini disajikan dalam sekitar 300 takir, menambah suasana sakral dengan rasa yang menghangatkan tubuh dan jiwa.
Bubur Selamat dari Musibah: Hidupkan Kisah Nabi Nuh
Tradisi pembuatan bubur Asyura ini tidak lepas dari kisah legendaris yang dipercaya oleh umat Muslim, yakni cerita tentang Nabi Nuh AS dan banjir besar yang melanda bumi. Konon, ketika bahtera Nabi Nuh berhasil berlabuh dan seluruh penumpang selamat dari musibah, sang Nabi membuat sebuah hidangan sederhana dari sisa-sisa bahan makanan yang ada di perahu. Hidangan itu menjadi bentuk rasa syukur, sekaligus simbol kebersamaan dan keberlangsungan hidup setelah cobaan berat.
Dari cerita itu, kemudian lahirlah bubur Asyura—Asyura berasal dari kata Arab 'asyara' yang berarti sepuluh, merujuk pada tanggal 10 Muharram, hari yang diyakini sebagai waktu mendaratnya bahtera Nabi Nuh setelah berlayar 40 hari diatas banjir bandang
Delapan Bahan, Delapan Makna
Bubur Asyura khas Kudus ini dibuat dari delapan bahan utama, yaitu beras, jagung, kedelai, ketela, kacang tolo, pisang, kacang hijau, dan kacang tanah. Pemilihan jumlah bahan ini bukan kebetulan, tetapi diyakini sebagai cerminan dari bubur yang dibuat Nabi Nuh dahulu.
Delapan bahan itu dimasak bersama hingga menjadi bubur yang kental dan pulen. Namun, keunikan bubur Asyura tidak berhenti di situ. Setelah matang, bubur diberi topping aneka kudapan khas, seperti pentul—sejenis gorengan berbentuk bulat dari campuran kelapa, daging, gandum, gula merah dan daun jeruk—serta cambahan (tauge), cabe merah, tahu goreng, tempe goreng, teri, hingga udang goreng. Paduan gurih, manis, dan sedikit pedas menciptakan cita rasa kompleks yang memanjakan lidah, sekaligus menghadirkan kenangan akan dapur nenek di masa kecil.
Lebih dari Sekadar Makanan
Yang menjadikan bubur Asyura istimewa bukan hanya bahannya, melainkan cara ia dihadirkan: gotong royong, keikhlasan, dan niat ibadah. Dalam suasana yang penuh kebersamaan, para ibu tak hanya memasak, tetapi juga merawat tradisi, menjaga nilai, dan menyampaikan pesan: bahwa setiap sendok bubur adalah bagian dari doa, bentuk rasa syukur, dan wujud solidaritas antar umat.
Bubur Asyura juga menjadi pengantar spiritual menuju puncak acara Buka Luwur, yang biasanya jatuh pada 10 Muharram. Maka, sehari sebelumnya, yakni 9 Muharram, bubur ini disiapkan dan dibagikan, menandai kesiapan batin masyarakat menyambut hari besar dengan perut kenyang dan hati lapang.
Di tengah arus modernisasi dan kuliner instan, bubur Asyura tetap hadir sebagai penanda waktu, sebagai penjaga tradisi, dan pengingat bahwa dalam sepiring bubur, tersimpan jejak sejarah, nilai religius, dan kebersamaan masyarakat.
Ia bukan sekadar makanan khas 10 Muharram, tetapi simbol hidup dari warisan yang terus dipertahankan, dikisahkan dari dapur ke dapur, dari ibu ke anak, dari wajan ke takir, dari rasa ke rasa.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Silaturahmi PPMA, Menuju Tata Kelola Makam yang Terpadu
Demak - Pemangku makam wali dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur berkumpul dalam rapat penting Perhimpunan Pemangku Makam Auliya (PPMA) yang digelar di Kompleks
Silaturahmi PPMA, Menuju Tata Kelola Makam yang Terpadu
Demak - Pemangku makam wali dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur berkumpul dalam rapat penting Perhimpunan Pemangku Makam Auliya (PPMA) yang digelar di Kompleks
Pasar Kuliner Jadul Semarakkan Buka Luwur Sunan Kudus: Sajikan Nostalgia dalam Setiap Sajian
Kudus – Aroma masakan tempo dulu, senyum pengunjung yang penuh nostalgia, dan deretan tenda kuliner khas zaman dahulu menjadi pemandangan ikonik di Alun-alun Kulon Kudus selama pe
PPMA Gelar Musyawarah Anggota V di Kudus, Siap Rangkul Pemangku Makam Auliya' se-Indonesia
Kudus – Kemeriahan tradisi Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus tahun ini tak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal, namun juga menjadi magnet spiritual dan budaya bagi para pemangku m
Upacara Buka Luwur Sunan Kudus 1447 H: Tradisi Sakral Penuh Kekhidmatan
Kudus – Tradisi sakral tahunan Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus kembali digelar dengan penuh kekhidmatan pada Ahad Wage, 10 Muharram 1447 H atau bertepatan dengan 6 Juli 2025. Upac
Pengajian Umum Buka Luwur Sunan Kudus Penuhi Selasar Masjid Al-Aqsha dengan Ribuan Jamaah
Kudus – Suasana religius dan penuh khidmat terasa kental di selasar Masjid Al-Aqsha Menara Kudus pada malam peringatan Buka Luwur 1447 Hijriah. Ribuan jamaah dari berbagai penjuru
Santunan Anak Yatim Warnai Rangkaian Buka Luwur Sunan Kudus 1447 H
Kudus – Dalam semangat welas asih dan kepedulian terhadap sesama, khususnya anak-anak yatim, panitia Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus kembali menggelar kegiatan santunan yatama yan
Pelepasan Luwur Sunan Kudus, Meruwat Fisik & Merawat Adat
Kudus — Tradisi Buka Luwur kembali digelar dengan penuh khidmat di komplek pesarean Sunan Kudus. Sesuai adat yang telah diwariskan turun-temurun, prosesi dimulai dengan pelepasan
Tradisi Jamas Keris di Kudus: Merawat Warisan Leluhur dengan Khidmat
Kudus — Usai melewati Hari Tasyriq, masyarakat Kudus kembali melestarikan tradisi jamas keris, sebuah ritual sakral yang dilaksanakan setiap Senin atau Kamis setelah Hari Tasyriq.